Pemaparan Materi "Jurnalisme Onlie, Medsos Dan Hoax

Jurnalisme Online, Medsos Dan Hoax
Oleh : Juniardi

Hakikatnya, jurnalisme adalah proses menyampaikan informasi kepada publik sedemikian rupa hingga publik dapat mengambil keputusan yang berakibat baik bagi hidupnya (Kovach and Rosenstiel, Elemen Jurnalisme, 2001).

Jurnalisme online muncul sebagai bentuk jurnalisme baru dengan media digital internet. Dalam jurnalisme online pun juga terjadi proses penyampaian informasi kepada publik sedemikian rupa hingga publik dapat mengambil keputusan yang berakibat baik bagi hidupnya.

Hal ini ditambah dengan kemampuan jurnalisme online yang memiliki interaktifitas lebih kepada khalayaknya. Khalayak mampu memberikan feedback secara langsung dan cepat.

Media sosial menurut Mindy McAdams adalah digital systems (media) that enable people, identified by profiles, to share information. Pengertian ini menunjukkan bahwa media sosial mudah diakses dan diidentifikasikan profil pemiliknya dalam rangka berbagi informasi. Berbeda ketika era media cetak yang menerapkan sistem komunikasi satu arah (from us to them), kini media sosial menerapkan sistem komunikasi dua arah (from us to them, from them to us).

Media sosial memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan jurnalisme dan informasi penting, seperti Communication atau Conversation, Interactivity atau Connectivity, Community, Fun, Personal, Engagement, Sharing, dan Participatory Medium.

Dengan berbagai karakteristik tersebut, media sosial memiliki kekuatan jika dibandingkan dengan jurnalisme. Kekuatan media sosial dibandingkan jurnalisme menurut Lavrusik antara lain;

Publikasi konten jurnalistik  dalam skala lebih luas, Mengarahkan newsroom fokus pada pemanfaatan komunitas >> Chief Editor = Chief Community.
Memanfaatkan anggota komunitas sebagai koresponden (UGC : User Generated Content) >> Citizen Journalist+Pro Journalist = Better Journalism (Steve Outing, 11 layers of Citizen Journalism)

Jika dalam jurnalisme online informasi yang diberikan harus tetap menjalankan prinsip dan kode etik jurnalisme, maka dalam media sosial penyampaian informasi cenderung lebih bebas dilakukan.
Terlebih dengan adanya karakteristik fun dan personal, konten media sosial lebih bebas diupload oleh pemilik akun. Meskipun konten yang diberikan merupakan sebuah informasi, namun konten media sosial tidak melalui proses verifikasi seperti jurnalisme online.

Selain proses verifikasi yang terlewatkan oleh media sosial, proses gatekeeping juga membedakan media sosial dengan jurnalisme online. Jurnalisme online tetap melalui proses gatekeeping, di mana berita yang disajikan melalui proses filterisasi menurut nilai berita.

Hal ini sangatlah berbeda dengan media sosial yang melewatkan proses gatekeeping untuk penayangan kontennya. Sebagai contoh, tempo.co sebagai situs yang menerapkan jurnalisme online dan twitter.com yang merupakan situs media sosial yang bebas digunakan siapa saja.

Tempo.co tetap melakukan proses gatekeeping dan verifikasi dalam penyampaian informasi berupa berita. Sedangkan twitter.com bebas digunakan dalam menyampaikan informasi yang dikehendaki pemilik akun tanpa proses gatekeeping dan verifikasi.

Hoax/Fake News
Berita palsu, berita hoax, berita bohong akan selalu ada saat kita berselancar di dunia maya, dan kabar buruknya adalah konten tersebut (hoax) akan terus diproduksi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi keuntungannya pribadi. Kita sebagai konsumenlah yang harus pintar dalam mendeteksi berita palsu/hoax tersebut.
Jadi mari kita pelajari bagaimana caranya untuk mengetahui, menghindari dan mendeteksi berita palsu/hoax yang ada disekitar kita.

  1. Periksa dari berbagai sumber


Cara termudah untuk mengecek seberapa akurat berita yang Anda lihat entah di Facebook, media, atau blog adalah dengan mengecek sumber lainnya di Google.
Gunakan pencarian berita/news untuk membandingkannya dengan sumber-sumber yang lain.

Anda juga bisa gunakan Google Images untuk menganalisa gambar yang ada dan mencari tahu dimana pertama kali gambar tersebut dimuat (sumber aslinya). Anda cukup upload gambarnya ke Google Images dan lihat berita mana yang menggunakan gambar tersebut pertama kali (lihat tanggalnya).

Semakin banyak sumber yang kita baca, semakin mudah bagi kita untuk membedakan berita mana yang benar dan mana yang hoax. Perhatikan beberapa hal berikut dalam menganalisa suatu sumber:
Kenali siapa media/orang yang memposting berita tersebut. Apakah dia seorang jurnalis yang betul-betul turun kelapangan dan melakukan penelitian lebih jauh (research), atau hanya penulis/blogger tukang copas yang ingin mengambil kesempatan dari keadaan.
Gunakan logika. Memang manusia lebih mudah terpancing emosinya, baru baca dikit langsung share, baru baca setengah sudah komentar, padahal dia belum melihat isi secara keseluruhan. Inilah juga sebabnya media tidak lelah-lelahnya membuat judul clickbait dan miss leading karena memang terbukti orang-orang lebih suka dipancing emosinya ketimbang diajak berpikir. Jika dari judulnya sudah lebay, tidak masuk akal, dan cenderung memancing ya tidak usah di-klik, dikomentari, di-hate dan semacamnya. Namun kembali lagi seperti yang saya katakan diawal, manusia pada dasarnya sama seperti hewan, mudah sekali dipancing emosi dan nafsunya terutama dalam berkelompok (bandwagon).

Periksa juga kelengkapan pendukung lainnya seperti identitas, link referensi dan semacamnya. Penulis yang bertanggung jawab pasti akan menyertakan beberapa bukti keabsahan dari beritanya seperti tempat, identitas yang ada, sumber referensi, dan semacamnya.

  1. Kenali ciri-ciri penyebar hoax dan berhenti membaca berita dari situs/orang tersebut


Dijaman sekarang waktu dan perhatian kita adalah satuan mata uang yang baru, you vote with your views and you pay with your time.

Ingat baik-baik bahwa setiap views yang Anda berikan sama halnya seperti sebuah dukungan (vote), dan setiap waktu yang Anda habiskan sama seperti uang yang Anda bayar. Dengan terus memperhatikan media/oknum penyebar hoax sama saja Anda terus mendukung mereka untuk menyebarkan lebih banyak lagi berita palsu/berita bohong.

Jadi jika Anda sudah pernah tertipu oleh berita hoax, INGAT SIAPA MEDIA/ORANGNYA dan berhenti membaca, melihat, atau memperhatikan APAPUN yang mereka berikan. Kalau perlu block orang/media tersebut di sosial media dan blokir situsnya di browser Anda.

Inilah beberapa ciri penyebar hoax:
Membuat judul yang sangat clickbait untuk mendongkrak views
Menggunakan gambar/image yang tidak relevan/vulgar/miss leading untuk memancing klik
Sangat memancing emosi pembacanya (padahal isi/beritanya biasa saja) dan tidak jarang judulnya dibuat menggantung/nanggung (contoh: Apa yang polisi ini lakukan selanjutnya sangat mengagetkan …)
Cenderung mengarah ke adu domba, rasis, politik, dan isu-isu yang sensitif

  1. Asah insting Anda dan jangan selalu terpaku pada satu berita walaupun dari situs yang terpercaya atau teman-teman Anda


Tidak jarang media yang kredibel juga bisa memberikan berita yang ngaco entah karena ada kepentingan politik, settingan dan semacamnya. Selain itu terkadang teman-teman Andapun juga bisa tertipu oleh berita hoax/bohong dan ikut-ikutan share di sosial media, maka dari itu langkah terakhir untuk mendeteksi berita palsu adalah dengan mengasah insting Anda sendiri.

Seperti yang sudah dikatakan diawal, gunakan logika, lebih banyaklah berpikir, jangan mudah terpancing emosi atau terbawa suasana. Lebih ekstra hati-hatilah jika berita tersebut mengandung unsur politik karena media yang sudah terpercayapun masih bisa disetir demi kepentingan oknum-oknum politik, toh pada akhirnya media tetaplah sebuah bisnis. Dan kita semua tahu bahwa dunia bisnis penuh dengan tipuan dan manipulasi. Jadi waspadalah dan be smart.******

 

0 Komentar

Silahkan Komentar